Cisaruni adalah paling menantang dan paling lengkap kontur
dan sifat treknya untuk bersepeda gunung.
Tanjakan, turunan, makadam, single trek tanah yang datar memanjang di
sepanjang trek Cisaruni. Perbandingannya adalah 30% tanjakan, 30% turunan dan
40% datar (single trek). Jarak yang ditempuh lebih kurang 23 km dalam waktu 6-7
jam. Letaknya di antara Gunung Cikuray dan Papandayan. Ketinggian tempat antara
1230-1640 m dpl. Suhu rata-rata antara 18 – 24 derajajat Celcius.
Trek sepeda Cisaruni, pertama kali dieksplorasi oleh
Gasheba, para petualang sepeda asal Bayongbong yang diketuai oleh Kang Engkus
Gasheba. “Waktos tahun 2007, Gasheba salami tilu sasih. Nembe tiasa nembuskeun
trek Cisaruni. Lebet ti Sumbadra totos dugi ka Cisurupan” kata Kang Engkus,
yang akrab dipanggil Mang Engkus oleh anak buahnya. Tiga bulan, adalah bukan waktu waktu yang
pendek. Jalur yang berjarak lebih kurang
40 km, menyusuri tebing dan lereng di gunung Papandayan sebelah selatan denga
kondisi sepeda apa adanya.
Uraian singkat trek Cisaruni tersebut sepertinya, membuat
penasaran KGB Bandung mengajak anggotanya mencicipi sajian khas trek Cisaruni.
Rencana awal, gowes silaturahmi, dirubah menjadi seperti “gobar” alias gowes
bareng ke Cisaruni. Diantaranya; Mtb
Aquila Cianjur (9 orang), PGE Cyclist (9 orang), KGB Bandung, Jakarta, Bekasi
(25 orang), serta tuan rumah Gasheba Bayongbong (3 orang) dan KGC Garut MTB (8
orang) sehingga total peserta menjadi 46 orang!
Mendung Kelabu di Awal Kayuhan
Sabtu, 3 Nopember 2012 rombongan menuju Cikandang. Saat itu sang surya baru menapaki sepenggalan
lengan. Cahayanya cukup menghangatkan semangat pesepeda, yang turun dari truk
di area Curug Orok. Disambut syahdu alam
yang membiru serta kicauan burung di pagi hari. Ada isyarat tersirat. Terasa
tak terlihat, ada bayang kelam dalam keheningan. Angin dingin, bertiup menyusup
pada kalbu. Entahlah apa yang akan terjadi, hanya Tuhan yang tahu.
Manusia berencana Tuhan menentukan. Saat rombongan pertama sudah tiba di pintu gerbang
perkebunan Papandayan, tiba-tiba radio komunikasi memanggil untuk berhenti
sementara. Ada kecelakaan! Seorang teman
asal MTB Aquilla Cianjur terjatuh dan terjerembab mencium aspal entah kenapa. Hidungnya robek, dengan memar di sekujur
tubuh. Seperti ditohok dari belakang,
semua membisu. Terdiam. Baru ratusan
meter, belum lima menit. Ternyata
mendung telah menutupi awal dari perjalanan. Untunglah evakuasi dan pertolongan pertama,
segera dilakukan dengan bantuan dari Pertamina Geothermal Energy (PGE) Cyclist
yang menyediakan mobil evakuasi. Teman tersebut dievakuasi, langsung dibawa ke
RS Cikajang.
Don’t be Afraid to Shift!
Trek Cisaruni di awali dengan tanjakan makadam khas
perkebunan teh sejauh lebih kurang 1500 meter. Tanjakan ini cukup curam, dan
cukup sulit ditaklukan. Makadam tajam,
cukup menambah beban, menahan laju sepeda. Ketabahan, kesabaran, kemampuaan shifting
serta ketahanan fisik sangat dituntut di tanjakan ini. Jangan malu untuk memindahkan gir depan ke
gir yang paling kecil, serta menggunakan gir paling besar di roda
belakang. Selanjutnya adalah kemampuan
pengendalian mental untuk menaklukan diri sendiri.
Pesona kecantikan pemandangan di areal perkebunan
Papandayan, tak menghibur. Pasangan kang
Hary Aviadi- teh idew Dewi Najmi Aviadi, goweser yang saling setia setiap saat. Sepertinya
tak sanggup untuk saling menyapa, karena beratnya tanjakan. Masing-masing asyik masyuk sendiri. Tadabur
alam, bertafakur, berdzikir menghitung detak detik, nadi yang semakin memburu.
Kesegaran dan luasnya udara gunung Papandayan, sepertinya tak bermakna. Nafas tetap tersengal-sengal, berlomba dengan
waktu menghirup oksigen, yang sepertinya berkurang.
Di tanjakan ini, terbukti istilah yang penting bukan
sepedanya, tapi sepedaannya. Kecanggihan groupset XTR 10 speed dan ringannya
frame carbon atau alloy tak mampu menundukan tanjakan ini. Sebaliknya kekuatan X-Tu-uR
(lutut) lebih mendominasi. Para
Gasheba-ers seperti Kang Engkus, Kang Dani, dan Kang Tendi; Kang Asep Tebe yang
sepedanya masih hi-ten steel, dengan groupset tak bermerek 7 speed. Ternyata di tanjakan ini, anteng-anteng wae
bisa gowes sambil senyam-senyum dan bersiul ria.
Akhir tanjakan pertama adalah areal tower BTS. Sebuah
dataran, dengan pemandangan yang elok. Bila beruntung, putihnya busa ombak laut
di Pantai Rancabuaya dapat terlihat cukup jelas. Sambil rehat dan menunggu regrouping. Seorang teman yang sepertinya ahli hisab.
Langsung berteriak, “Stop smoking!” Dikira dia berkampanye untuk berhenti
merokok. Ternyata, dia berhenti, lalu merokok!
No Pain No Gain
Tak ada kebahagiaan tanpa perjuangan. Setelah dihajar
tanjakan makadam jahanam. Para goweser mulai menikmati turunan. Walaupun masih
makadam, tapi cukup menghibur. Bonus
turunan dilanjutkan dengan bonus single trek khas perkebunan teh. Tubuh tidak terasa lelah atau berkeringat
karena udara yang sangat sejuk. Mungkin karena indahnya pemandangan khas Periangan jadi penghibur
diantara kayuhan.
Tuhan tersenyum pada saat menciptakan bumi Parahyangan. Sejauh mata memandang, langit biru cerah berlukiskan
arakan awan putih. Geulis camperenik. Bukit-bukit dialasi tebalnya hijau karpet
pepohonan teh. Pun jauh di bawah sana, jalan yang berkelak kelok diselingi putihnya
aliran sungai kecil. Tak salah kami
menyebut trek ini sebagai trek Desi Ratnasari karena keindahan dan kecantikan
pemandangannya.
Dari titik ini, kita langsung dimanjakan oleh turunan single
trek yang dialasi rumput kerbau (Paspalum conjugatum) dan Digitaria longiflora.
Tebalnya rumput akibatkan mengayuh sepeda seperti di atas karpet yang empuk. Terasa
berat. Berkelak-kelok di tepi tebing dangkal diantara pepohonan teh.
Trek kemudian berubah kembali menjadi makadam jinak. Renyah untuk digowes, diselingi tanah yang
memotong di tengah perkebunan yang berakhir di kompleks Perkebunan
Cisaruni. Rehat sejenak di mesjid
perkebunan. Melepaskan penat, makan siang serta sholat dhuhur untuk yang
beragama Islam. Sepertinya, tidak lucu;
kalau kita celaka di akherat hanya karena bersepeda kan?
Disapa Kabut, Dicumbu Rayu Bukit Neng Desi
Setelah rehat, gowes dilanjut yang langsung melakukan KDRT
(Kekerasan Dalam Renyahnya Turunan) terhadap “isteri kedua” alias sepeda
kita. Dihajar turunan makadam lepas
serta tanjakan makadam yang diawali tikungan centil. Meliuk, menekuk tajam
lebih kurang 45 derajat, kurang-kurangnya ahli dalam shifting dan controlling. Dipastikan akan turun dari sepeda, langsung
DH (Didorong Heula) sampai single trek berikutnya.
Cumbu rayu dari turunan single trek tanah di Cisaruni mampu membangkitkan
selera memacu sepeda. Di akhir turunan sebuah lembah. Kita diharuskan untuk
khatam di tanjakan sempit, yang walaupun pendek tapi cukup curam. Selepas tanjakan, kembali suguhan pemandangan
alam yang indah menggoda. “Ciyuuus gitu,
miapah!”, teriak, Mas Soega dari Jakarta. Kang Yogi, Kang Opi dan Kang Andre
yang berperan ganda menjadi pemotret keliling
tak henti saling berlomba mengabadikan peserta gowes dalam indahnya
bukit Neng Desi. Semua diam, dan menarik nafas dalam seperti tersihir saat
sejuta kabut turun perlahan. “Sangat Eksotis!”
ujar kang Royan dari MTB Aquilla Cianjur.
Turunan single trek tanah di tengah perkebunan palawija dan
sayuran kembali menyambut. Diselingi tanjakan pendek, yang lagi-lagi hanya
sedikit goweser yang bisa menundukan diri sendiri di sini. Mayoritas adalah jadi kelompok “matador”
alias manggih tanjakan dorong. Posisi kaki ala banteng ketaton, hidung mendengus,
mulut mangap, mata melotot, kedua tangan kukuh memegang handlebar. Siap menyeruduk!
Buah Simalakama Menu Penutup
Sebagai menu penutup di trek Cisaruni, kita disajikan desert
berupa single trek datar yang khas dodol Garut.
Single trek tanah yang teduh.
Posisinya di sebelah kiri kita adalah aliran irigasi, sedangkan di
sebelah kanan adalah jurang dengan kedalaman 1-3 meter. Melewati beberapa kampung dan beberapa rumah
panggung kecil yang terpencil.
Menamatkan trek Cisaruni sebagai penutup ini, diperlukan
ketahanan kayuhan (cadence) pedal yang tetap. Posisi 2-3, adalah yang paling
baik. Depan gir 2, belakang gir 3. Terlalu cepat tidak, terlalu pelan juga
jangan. Mata dan pikiran harus awas lurus ke arah jalan dengan konsentrasi
penuh. Sebab bila tidak, akan seperti makan buah si malakama, jatuh ke kiri
berarti basah kuyup, jatuh ke sebelah kanan berarti terperosok ke dalam jurang.
Pada waktu melewati trek penutup ini, bisa dipastikan kita
akan merasakan; ternyata jauh lebih belajar khusu gowes daripada waktu
sholat. Bahkan,jangankan berpaling atau
menoleh pada saat nama kita dipanggil.
Untuk menjawab panggilan pun kita ogah.
Karena terlalu riskan kecebur diantara dua pilihan. Sesekali, jalur penutup ini masuk ke hutan
bambu yang lebat plus tanjakan yang tidak disangka-sangka. Hampir 3 jam penuh, dipastikan gowes konvoy. Babaduyan,
menyusuri trek penutup ini.
Deny Suwarja
KGC Garut Mountain Bike