Sabtu, 7 Desember 2013 setelah direncanakan hampir satu minggu. Bike
to Camping ke hutan Gunung Karacak akhirnya terlaksana. Sempat muncul keraguan, karena hampir satu
minggu Garut diguyur hujan deras. Seluruh
peserta yang akan ikut kemping pada awalnya lebih kurang dua puluh orang. Namun, pada hari H satu demi satu berguguran
dengan berbagai modus. Namun, demi
kesetiakawanan walaupun tidak ikut menginap, yang tidak ikut kemping tetap
berjibaku membantu segala persiapan dan menemani gowes ke lokasi perkemahan di
kaki Gunung Karacak (1549 mdpl). Teman-teman Kgc-ers Garut Mountain Bike langsung
gowes ke lokasi yang berjarak 7 km ascending
dari Garut kota (780 mdpl) dengan membawa berbagai peralatan perkemahan.
Berangkat dari Garut kota sekitar
jam 10.30 WIB, cuaca yang sangat panas hampir 340C cukup membuat tubuh
dan wajah seperti ditampar panasnya api. Rimbunnya pepohonan tidak cukup membantu panasnya
matahari. Nafas terengah-engah, muluh
mangap mencari udah. Wajah seperti ditampar dari dua arah. Dari sinar matahari
dan dari panasnya aspal panas. Tubuh dan
jersey pun basah kuyup oleh keringat. Sesekali berhenti di warung kecil, rehat.
Minum, makan makanan ringan dan ngopi.
Makin ke atas, jalanan makin
terasa makin tidak bersahabat. Bahkan, pada beberapa titik kayuhan harus
dilakukan dengan interval. Gowes sambil berdiri, karena tanjakan yang curam. Hampir
1 jam jarak 7 km ditempuh. Di akhir jalan raya sekitar 2 km dari lokasi
kemping. Suapan tanjakan terakhir,
terhidang di tengah matahari yang nyaris di atas ubun-ubun. Tanjakannya, amat
sangat curam. Tidak terlalu panjang,
tapi nyaris berbentuk hurup U bengkok dengan tikungan 45 derajat! Sebagian
besar bukan ahli “matador”(manggih tanjakan didorong), tapi di tanjakan ini akhirnya
memilih melakukan aksi DH (Didorong Heula) alias TTB (Tungtun Bike).
Perjalanan mengayuh sepedah dilanjut, melewati jalur tunggal tanah perkebunan rumput gajah. Menyusuri beningnya mata air Ciwalen yang mengalir dari Bukit Cimindi. Konsentrasi tinggi diperlukan, karena jalur yang sangat kecil plus beban tas punggung yang membawa berbagai peralatan kemah. Bilat tidak dipastikan akan terpeleset kesebelah kiri dan terjebur aliran mata air, sebelah kanan kebun kopi yang cukup rapat. Memasuki hutan pinus. Jalan makin sempit dan menanjak sedikit terjal. Tapi masih bisa digowes. Akhirnya, tiba di lokasi perkemahan yang sangat asri. Nyaris amat sangat perawan. Belum ada sentuhan polusi tangan manusia jahil.
Dua buah gubuk dengan tiang-tiang
kayu yang sudah berumur. Tampak atap gubuk kayu yang kecil, ditutupi daun dan
belitan daun labu hutan. Gubuk kecil ini, sepertinya berperan sebagai dapur
darurat. Gubuk yang lebih besar, sebelumnya digunakan mungkin untuk tempat
sholat dan melepaskan penat petani kopi atau penyadap getah pinus. Rimbunnya
kanopi dari hutan pinus, menjadikan suasana lokasi kemah sangat teduh. Sinar matahari masih menembus tapi tidak
terlalu panas. Sekitar 5 meter dari
gubuk tampak sebuah kolam kecil, dengan aliran mata air dari dalam tanah yang
tidak pernah berhenti. Airnya sangat
jernih dan dijamin belum tercemar. Kami
pun tidak segan untuk meminum langsung tanpa direbus dahulu dari mata air
tersebut.
Menurut Agus Gandhi, ketua KPK
(Kelompok Petani Kopi) hutan pinus ini sudah menjadi hutan lindung tapi masih
produktif. Lahan kosong di hutan
tersebut digunakan oleh masyarakat untuk bertanam palawija, rumput gajah dan
kopi. Luas total hutan lindung tersebut
kurang lebih 450 hektar yang berbatasan dengan Tasikmalaya. Meliputi Gunung Karacak, Gunung Panjang,
Pasir Gede, Cirorek, Gunung Satria dan Parentas. Hewan liar seperti monyet,
babi hutan dan anjing hutan masih sangat banyak di areal hutan ini.
Diguyur Hujan Lebat
Setelah beristirahat sejenak,
tenda langsung didirikan. Walaupun
membawa tiga buah tenda “doom” berukuran besar yang bisa memuat 6-8 orang per tenda.
Karena yang akan menginap hanya 9 orang. Akhirnya, hanya dua tenda yang
didirikan. Di antara dua tenda tersebut, terletak perapian untuk api
unggun. Berbagi tugas sebagian
membereskan tenda, sebagian mencari kayu bakar dari pohon pinus yang tumbang
dan sudah lapuk, sebagian menyiapkan makan siang.
Jam 13.45 akhirnya semua
persiapan selesai. Makan siang yang sudah disiapkan dari rumah langsung
dilahap. Setelah itu ngopi dan ngobrol, tidur-tiduran, mandi, sholat
dhuhur. Mang AT Wiryawan, Muksin Al
Tarkal (Camat Tarogong Utara) ditemani kuncen Agus Gandhi melakukan survey
track Downhil. Melewati rimbunnya hutan pinus, lembah dan bukit di bukit
Cimindi. Ketinggian (ascending) yang
dicapai dari survey hari itu 1560 mdpl dengan total jarak jalur DH 1530 meter.
Tapi, menurut mang AT ada beberapa bagian jalur yang harus dirapihkan dan
diratakan.
Malam pun tiba, Alhamdulillah cuaca
masih cerah. Tapi, udara dingin pegunungan sudah terasa mulai dari jam 4
sore. Semua memakai jaket penghangat, yang
pasti seadanya. Karena ini adalah acara bike to camping yang pertama. Praktis pakaian yang digunakan seadanya. Bahkan, rekan kami ada yang hanya menggunakan
jas hujan sebagai penghangat. Peserta
yang tersisa ternyata hanya berjumlah 7 orang. Karena, sebagian besar hanya
mengantar dan berpartisipasi mendirikan tenda dan menyiapkan segala kebutuhan
yang akan menginap.
Api unggun yang dinyalakan dari
sejak sore tadi, cukup lumayan mengurangi dinginnya udara. Sekitar jam 18.05 Kang Tono, seorang penduduk
setempat tiba. Dari kejauhan tampak, dia
berjalan hati-hati menembus sempitnya jalan dan remang-remang di tengah hutan.
Di bahunya, tampak bambu pikulan bergoyang-goyang karena beban dua buah karung
di kedua ujungnya. Kang Tono, datang
membawa makan malam. Kita hanya memesan
nasi liwet waktu itu. Tapi, berkah
kearifan local yang masih tertanam dalam jiwa masyarakat desa. Ternyata, Kang Tono lengkap membawa sambal
lalab, perkedel, ikan asin, dan bal-bala serta opak. Sementara ayam panggang dan sate
dibakar. Karena lapar, akhirnya setiap
kali ayam atau sate matang langsung habis untuk teman nasi liwet.
Jam menunjukkan pukul 18.40 udara
semakin dingin. Api unggun diusahakan tetap menyala. Tanpa dikomando bergantian membuat kayu bakar
dari batang pohon pinus yang disiapkan siang tadi. Berkumpul mengelilingi api
unggun. Merencanakan membuat jalur
sepeda untuk downhill, cross country,
camping ground dan outbound
dengan tujuan untuk memberdayakan dan menjaga hutan lindung tersebut dari
penjarahan. Tentunya, tujuan utama
adalah bagaimana meningkatkan perekonomian masyarakat setempat dengan
melibatkan berbagai instansi terkait.
Sayangnya acara api unggun harus
terhenti, karena tiba-tiba hujan mulai turun. Cukup deras. Kami pun masuk ke dalam tenda. Hujan turun semakin deras. Mata dicoba untuk
dipejamkan, tapi suara guyuran hujan dan derasnya aliran mata air Hulu Sungai
Ciwalen melawan keinginan untuk tidur. Hujan baru berhenti pukul 02.00
WIB. Akhirnya kami ke luar tenda,
menyalakan api unggun yang padam tertimpa derasnya air hujan. Tapi sampai pukul
03.30 dicoba membuat api unggun menyala tapi tetap tidak berhasil. Rasa kantuk datang kembali, akhirnya masuk ke
dalam tenda dan tertidur sampai pagi.
No comments:
Post a Comment