Sunday, January 5, 2014

Bike To Camping ke Hutan Gunung Karacak



Sabtu, 7 Desember 2013  setelah direncanakan hampir satu minggu. Bike to Camping ke hutan Gunung Karacak akhirnya terlaksana.  Sempat muncul keraguan, karena hampir satu minggu Garut diguyur hujan deras.  Seluruh peserta yang akan ikut kemping pada awalnya lebih kurang dua puluh orang.  Namun, pada hari H satu demi satu berguguran dengan berbagai modus.  Namun, demi kesetiakawanan walaupun tidak ikut menginap, yang tidak ikut kemping tetap berjibaku membantu segala persiapan dan menemani gowes ke lokasi perkemahan di kaki Gunung Karacak (1549 mdpl). Teman-teman Kgc-ers Garut Mountain Bike langsung gowes ke lokasi yang berjarak 7 km ascending dari Garut kota (780 mdpl) dengan membawa berbagai peralatan perkemahan. 



Berangkat dari Garut kota sekitar jam 10.30 WIB, cuaca yang sangat panas hampir 340C cukup membuat tubuh dan wajah seperti ditampar panasnya api. Rimbunnya pepohonan tidak cukup membantu panasnya matahari.  Nafas terengah-engah, muluh mangap mencari udah. Wajah seperti ditampar dari dua arah. Dari sinar matahari dan dari panasnya aspal panas.  Tubuh dan jersey pun basah kuyup oleh keringat. Sesekali berhenti di warung kecil, rehat. Minum, makan makanan ringan dan ngopi.

Makin ke atas, jalanan makin terasa makin tidak bersahabat. Bahkan, pada beberapa titik kayuhan harus dilakukan dengan interval. Gowes sambil berdiri, karena tanjakan yang curam. Hampir 1 jam jarak 7 km ditempuh. Di akhir jalan raya sekitar 2 km dari lokasi kemping.  Suapan tanjakan terakhir, terhidang di tengah matahari yang nyaris di atas ubun-ubun. Tanjakannya, amat sangat curam.  Tidak terlalu panjang, tapi nyaris berbentuk hurup U bengkok dengan tikungan 45 derajat! Sebagian besar bukan ahli “matador”(manggih tanjakan didorong), tapi di tanjakan ini akhirnya memilih melakukan aksi DH (Didorong Heula) alias TTB (Tungtun Bike).



Perjalanan mengayuh sepedah dilanjut, melewati jalur tunggal tanah perkebunan rumput gajah. Menyusuri beningnya mata air Ciwalen yang mengalir dari Bukit Cimindi.  Konsentrasi tinggi diperlukan, karena jalur yang sangat kecil plus beban tas punggung yang membawa berbagai peralatan kemah. Bilat tidak dipastikan akan terpeleset kesebelah kiri dan terjebur aliran mata air, sebelah kanan kebun kopi yang cukup rapat. Memasuki hutan pinus. Jalan makin sempit dan menanjak sedikit terjal.  Tapi masih bisa digowes. Akhirnya, tiba di lokasi perkemahan yang sangat asri.  Nyaris amat sangat perawan.  Belum ada sentuhan polusi tangan manusia jahil. 

Dua buah gubuk dengan tiang-tiang kayu yang sudah berumur. Tampak atap gubuk kayu yang kecil, ditutupi daun dan belitan daun labu hutan. Gubuk kecil ini, sepertinya berperan sebagai dapur darurat. Gubuk yang lebih besar, sebelumnya digunakan mungkin untuk tempat sholat dan melepaskan penat petani kopi atau penyadap getah pinus. Rimbunnya kanopi dari hutan pinus, menjadikan suasana lokasi kemah sangat teduh.  Sinar matahari masih menembus tapi tidak terlalu panas.  Sekitar 5 meter dari gubuk tampak sebuah kolam kecil, dengan aliran mata air dari dalam tanah yang tidak pernah berhenti.  Airnya sangat jernih dan dijamin belum tercemar.  Kami pun tidak segan untuk meminum langsung tanpa direbus dahulu dari mata air tersebut.
Menurut Agus Gandhi, ketua KPK (Kelompok Petani Kopi) hutan pinus ini sudah menjadi hutan lindung tapi masih produktif.  Lahan kosong di hutan tersebut digunakan oleh masyarakat untuk bertanam palawija, rumput gajah dan kopi.  Luas total hutan lindung tersebut kurang lebih 450 hektar yang berbatasan dengan Tasikmalaya.  Meliputi Gunung Karacak, Gunung Panjang, Pasir Gede, Cirorek, Gunung Satria dan Parentas. Hewan liar seperti monyet, babi hutan dan anjing hutan masih sangat banyak di areal hutan ini.
Diguyur Hujan Lebat
Setelah beristirahat sejenak, tenda langsung didirikan.  Walaupun membawa tiga buah tenda “doom” berukuran besar yang bisa memuat 6-8 orang per tenda. Karena yang akan menginap hanya 9 orang. Akhirnya, hanya dua tenda yang didirikan. Di antara dua tenda tersebut, terletak perapian untuk api unggun.  Berbagi tugas sebagian membereskan tenda, sebagian mencari kayu bakar dari pohon pinus yang tumbang dan sudah lapuk, sebagian menyiapkan makan siang.
Jam 13.45 akhirnya semua persiapan selesai. Makan siang yang sudah disiapkan dari rumah langsung dilahap. Setelah itu ngopi dan ngobrol, tidur-tiduran, mandi, sholat dhuhur.  Mang AT Wiryawan, Muksin Al Tarkal (Camat Tarogong Utara) ditemani kuncen Agus Gandhi melakukan survey track Downhil. Melewati rimbunnya hutan pinus, lembah dan bukit di bukit Cimindi.  Ketinggian (ascending) yang dicapai dari survey hari itu 1560 mdpl dengan total jarak jalur DH 1530 meter. Tapi, menurut mang AT ada beberapa bagian jalur yang harus dirapihkan dan diratakan.



Malam pun tiba, Alhamdulillah cuaca masih cerah. Tapi, udara dingin pegunungan sudah terasa mulai dari jam 4 sore.  Semua memakai jaket penghangat, yang pasti seadanya.  Karena ini adalah acara bike to camping yang pertama.  Praktis pakaian yang digunakan seadanya.  Bahkan, rekan kami ada yang hanya menggunakan jas hujan sebagai penghangat.  Peserta yang tersisa ternyata hanya berjumlah 7 orang. Karena, sebagian besar hanya mengantar dan berpartisipasi mendirikan tenda dan menyiapkan segala kebutuhan yang akan menginap.
Api unggun yang dinyalakan dari sejak sore tadi, cukup lumayan mengurangi dinginnya udara.  Sekitar jam 18.05 Kang Tono, seorang penduduk setempat tiba.  Dari kejauhan tampak, dia berjalan hati-hati menembus sempitnya jalan dan remang-remang di tengah hutan. Di bahunya, tampak bambu pikulan bergoyang-goyang karena beban dua buah karung di kedua ujungnya.  Kang Tono, datang membawa makan malam.  Kita hanya memesan nasi liwet waktu itu.   Tapi, berkah kearifan local yang masih tertanam dalam jiwa masyarakat desa.  Ternyata, Kang Tono lengkap membawa sambal lalab, perkedel, ikan asin, dan bal-bala serta opak.  Sementara ayam panggang dan sate dibakar.  Karena lapar, akhirnya setiap kali ayam atau sate matang langsung habis untuk teman nasi liwet.
Jam menunjukkan pukul 18.40 udara semakin dingin. Api unggun diusahakan tetap menyala.  Tanpa dikomando bergantian membuat kayu bakar dari batang pohon pinus yang disiapkan siang tadi. Berkumpul mengelilingi api unggun.  Merencanakan membuat jalur sepeda untuk downhill, cross country, camping ground dan outbound dengan tujuan untuk memberdayakan dan menjaga hutan lindung tersebut dari penjarahan.   Tentunya, tujuan utama adalah bagaimana meningkatkan perekonomian masyarakat setempat dengan melibatkan berbagai instansi terkait.
Sayangnya acara api unggun harus terhenti, karena tiba-tiba hujan mulai turun. Cukup deras.  Kami pun masuk ke dalam tenda.  Hujan turun semakin deras. Mata dicoba untuk dipejamkan, tapi suara guyuran hujan dan derasnya aliran mata air Hulu Sungai Ciwalen melawan keinginan untuk tidur.  Hujan baru berhenti pukul 02.00 WIB.   Akhirnya kami ke luar tenda, menyalakan api unggun yang padam tertimpa derasnya air hujan. Tapi sampai pukul 03.30 dicoba membuat api unggun menyala tapi tetap tidak berhasil.  Rasa kantuk datang kembali, akhirnya masuk ke dalam tenda dan tertidur sampai pagi.


No comments: